Selasa, Agustus 26, 2008

Ono dino ono upo

Sudah seharusnya kita bersabar dan terus ikhtiyar, musibah kembali menimpa bangsa kita secara bertubi-tubi. Belum selesai menangani musibah bencana tsunami, tanah longsor, dan banjir bangsa kita dikejutkan dengan wabah diare, demam berdarah, dan busung lapar. Bahkan akhir-akhir ini wabah penyakit avian influenza yang biasa kita kenal dengan istilah flu burung mulai menjangkiti pada beberapa orang yang berujung pada kematian. Hal ini tentuanya membuat sebagian masyarakat dilanda kekhawatiran dan cemas. Tidak itu saja kelangkaaan dan kenaikan harga BBM yang berimbas pada kenaikan harga-harga kebutuhan pokok tidak dipungkiri semakin menambah panjang derita dan jumlah penduduk miskin bangsa kita
Menurut Menko Kesra Prof Dr Alwi Shihab selaku Ketua Komite Penanggulangan Kemiskinan bahwa berdasarkan data BPS pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin di Indonesia berjumlah 36,1 juta jiwa dan 70% dari mereka berada di wilayah Jawa & Bali ( gemari, Juni 2005: hal 32-33). Melihat realita tersebut Koentjaraningkat (1999: 237) mengatakan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap kemiskinan yang melanda bangsa Indonesia terutama rakyat pedesaan di Jawa adanya sikap mental yang rendah. Sikap mental merupakan istilah yang popular untuk dua konsep, sistem nilai budaya ( cultul value system ) dan sikap ( attitude ). Dalam masyarakat terdapat sejumlah nilai budaya yang saling berkaitan dan telah menjadi pendorong kuat untuk mengarakan hidup karena dianggap enteng dan berharga. Salah satu nilai budaya yang sampai saat ini masih tertanam pada sebagian masyarakat jawa terutama masyarakat pedesaan adalah “ ono dino ono upo” yang artinya sepanjang masih ada hari maka ada nasi. Berkenaan dengan nilai budaya tersebut maka timbul suatu pertanyaan, sejauh mana pengaruhnya dan bagaimana kita harus mensikapi nilai budaya tersebut
Pembahasan
Di tengah kondisi masyarakat yang sedang dilanda masalah ekonomi seperti sekrang ini maka sumber daya menusia peranan penting untuk diberdayakan, karena memiliki posisi strategis dalam memperbaiki kehidupan ekonomi. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah berkaitan dengan sikap mentalnya manusia sendiri sebagai pelaku ekonomi. Maka dari itu nilai-nilai budaya yang dirasakan menghambat pembangunan semestinya dirombak atau ditinggalkan. Salah satu contohnya adalah nilai budaya “ ono dino ono upo” yang dianut oleh sebagian masyarakat jawa, tak dapat kita pungkiri ikut andil terhadap timbulnya kemiskinan. Bila kita kaji lebih jauh pemahaman dan pengalaman niali budaya ono dino ono upo dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut
1. Menjadikan orang malas bekerja, tidak produktif, kurang menghargai pekerjaan dan tidak memiliki etos kerja yang tinggi karena berpedoman bahwa sepanjang masih ada hari pasti ada nasi atau makanan. Padahal agama Islam sangat menganjurkan untuk hidup berkecukupan dengan usaha produktif dan kerja keras demi tercapai tingkat kesejahteraan, sebagaimana Allah berfirman:


Artinya: Sesungguhnya Aku tak menyianyiakan amal orang yang beamal diantara kamu, baik laki-laki atau pun perempuan ( QS Ali Imron: 195 )


Artinya: Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagia dari apa yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat perhitungannya (QS Al Baqarah : 202)


Artinya: Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya
Secara riil pemerintah bersama lembaga keuangan baik bank maupun non bank memiliki komitmen bahwa salah satu cara yang dianggap efektif untuk menanggulangi kemiskinan adalah melalui pelayanan sumber pembiayaan yang lebih baik bagi pengembangan usaha produktif dengan mengucurkan kredit bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Semoga hal ini disambut postif dan menjadi pemacu usaha produktif
2. Menumbuhkan sikap nrimo . Menerima segala sesuatu baik yang bersifat material maupun kewajiban yang harus ditanggungnya ( Dejong, 1985: 19) Dari sikap nrimo ini biasanya akan melahirkan sikap apatis, pasrah dan enggan bekerja keras, Jika kemiskina menimpa mereka maka hal itu diyakini sebagai takdirnya. Berkenaan dengan hal tersebut kita patut mengingatkan perkataan Umar bin Khottob yang mengatakan “ Sesungguhnya aku benci jika melihat salah seorang diantara kalian berpangku yangan, tanpa amal dunia maupun akhirat”. Dalam kitab Thabaqat karya Ibnu Sa’ad, Thalhah Al Quraisyi juga mengatakan bahwa “ Sesungguhnya aib terkecil yang menerima seseorang adalah apabila ia hanya duduk saja dirumah “ Dari kedua pendapat tersebut maka dapat dipahami sikap nrimo yang cenderung mengarah pada apatis, pasrah tanpa ikhtiyar harus dibuang jauh-jauh.
3. Menjadikan orang tidak menghargai waktu sehingga tidak disiplin dalam berbagai hal termasuk bekerja. Tak dapat dipungkiri bahwa meraka yang berhasil dalam hidupnya hanya mereka yang dapat memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Jika kita mau jujur banyak kejadian di sekitar kita betapa pemanfaatan waktu masih banyak yang mengabaikannya. Padahal jika kita renungkan sesungguhnya waktu adalah hidup, karena itu mengetahui dan menyadari akan pentingnya waktu berarti memahami pula nilai hidup dan kehidupan. Orang yang menyianyiakan waktu sama artinya dengan menyia-nyiakan hidup. Hal ini selaras dengan pendapat Ibnu Qoyim al Jauziyah yang mengatakan bahwa waktu, pada hakekatnya adalah umur bagi manusia, ia adalah modal kehidupan yang abadi di dalam surga kenikmatan juga sebagai modal kehidupan yang abadi di dalam surga kenikmatan, juga sebagai modal kehidupan yang abdi di dalam azab pedih di neraka .
4. Menumbuhkan sikap hidup komsumtif, satu hal yang menjadikan orang bertindak konsumtif adalah membeli sesuatu berdasarkan keinginan semata bukan berdasarkan kebutuhan. Dalam keseharian sering kita jumpai ketika orang- orang desa baru pulang dari perantauan, maka tak jarang yang membelanjakan seluruh penghasilannya, sehingga ketika harus berangkat ke perantauan mesti hutang tetangga kanan dan kiri.
5. Tidak memiliki orientasi ke depan sehingga bekerja hanya sebatas untuk sekedar memenuhi kebutuhan hari ini saja tanpa memperhitungkan untuk hari esoknya ( mulder, 1983:83). Padahal semestinya kebutuhan hari depan juga diperhitungkan sehingga kehidupan hari esok menjadi lebih baik

Dari uraian di atas dapat ditarik pemahaman kalau nilai budaya ono dino onoupo berpengaruh negative terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah jawa dan dapat dikatakan ikut andil dalam membentuk masyarakat miskin. Oleh karenanya perlu disikapi dengan semestinya. Kemiskinan adalah momok bagi setiap orang bahkan bangsa-bangsa di dunia ini, karena menjadi sebab dan akibat terjadinya keterbelakangan dan kebodohan oleh karena itu harus kita perangi bersama-sama. Seperti yang dikatakan Ali bin Abi Tholib “ Seandainya kemiskinan itu berwujud manusia niscaya aku bunuh dia “ Rasulullah juga mempunyai do’a yang sangat terkenal “ Ya Allah , aku berlindung kepadMu dari kemiskinan , kekurang dan kehinaan ( HR. Abu Dawud dan Nasai ) Dalam kitab Minhajul Qosidin ( 2000: 100) juga terdapat atsar nasehat luqman kepada anaknya yang berbunyi
“Wahai anakku, perhatikan mata pencaharian yang halal, karena jika seseorang menjadi miskin ia bisa terkena salah satu dari tiga perkara yaitu kelemahan dalam agamanya, kelemahan dalam akalnya dan kelemahan dalam kepribadian yang menurun serta yang lebih besar dari itu adalah adanya orang lain yang menganggap remeh terhadap dirinya “

Mengkaji uraian diatas maka terlehat jelas kemiskinan harus kita perangi, salah satu yang dapat kita lakukan adalah dengan merubah sikap mental yang lemah akibat nilai-nilai budaya yang dianutnya. Merombak suatu nilai budaya bukanlah suatu yang mudah, apalagi jika nilai itu telah tertanam sejak lama, sebagai akibat tekanan dari penguasa zaman dulu, dan tekanan dari pemerintah kolonia sejak akhir abad 18, kemudiaan ditambah dengan penderitaan saat terjadi inflasi moneter pada tahun 1960 sampai dengan 1965. Cara yang dipandang efektif merombak nilai budaya tersebut dengan menanamkan nilai-nilai budaya yang lebih mendukung pemabangunan seperti “ sopo sing tekun bakal tekan, sopo sing temen bakal seneng” Penanaman nilai-nilai budaya yang dipandang positif dalam memberdayakan masyarakat dapat dilakukan melalui pendidikan bik formal maupun non formal serta pengasuhan dalam keluarga serta pergaulan dalam masyarakat. Oleh karena orang yang mempunyai posisi strategis seperti guru, alim ulama, pejabat, aparat dan para orang tua seyogyanya menanamkan nilai budaya tersebut. Hal ini tentunya membutuhkan proses dan waktu yang tidak sebentar dan bisa jadi baru dapat dilihat hasilnya pada generasi yang akan datang. Hal yang perlu ditumbuhkan dalam masyarakat agar dapat tercipta kehidupan ekonomi yang lebih baik adalah:
1. Suatu kesadaran akan pentingnya kualitas dalam bekerja dalam rangka menghasilkan karya yang lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
2. Kesadaran untuk menabung, hemat dan tidak berprilaku konsumtif serta berorientasi pada hari depan. Perlu diingat bahwa sikap hidup konsumtif akan terus melahirkan konsumtif yang lebih besar lagi yang sulit bagi pelakunya untuk mengehntikannya. Berkaitan dengan budaya menabung Kim Who Choong berpendapat bahwa penduduk Jepang adalah penabung terbesar di dunia yang menjadikan Jepang sebagai Negara super kaya.
3. Kesadaran untuk tekun, disiplin dan bertanggungjawab. Berbicara tentang ketekunan Imam Al Ghazali dalam kitab Munhajul Abidin berpesan bahwa semua keberhasilan hanya dapat diperoleh dengan kesungguhan dan ketekunan (2004:202).Sedangkan berkaitan dengan disiplin Bob Urichuk dalam bukunya Gandakan Penghasilan Anda memberi batasan bahwa disiplin adalah komitmen anda untuk mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan, sekalipun anda tidak suka mengerjakannya (2001:66). Dari dua pendapat itu perlu digaris bawahi bahwa segala sesuatu berawal dari tindakan oleh karena itu kita perlu punyai sikap “ kerjakan sekarang juga” untuk mencapai tujuan adalah tindakan karena dua huruf pertama kata “goal” ( tujuan adalah go (mulai). Sekarang telah tiba waktunya untuk mulai. Nabi Muhammad SAW bersabda:


Artinya “ Mulailah dari dirimu sendiri”
Dalam rangka meningkatkan gairah kerja Jalaludin Rumui pernah mengingatkan kaum Sufi untuk memerangi kemalasan dengan syairnya yang berbunyi “ Bekerja berarti bersyukur akan nikmat Allah dan kemalasan berarti kekafiran terhadap nikmat Allah “
Berdasarkan uraian diatas, maka hal yang harus diperhatikan bagi setiap keluarga dalam memenej ekonominya adalah janganpernah mengandalkan hanya satu sumber pemasukan, kita harus memiliki penghasilan di luar gaji bulanan. Caranya adalah uang gaji bulanan tidak semuanya dihabiskan untuk hal yang bersifat komsumtif umum namun juga disisihkan untuk usaha produktif, Sehingga kita memperoleh penghasilan tambahan. Kita harus menggali, mengerahkan dan mengembangkan seluruh potensi keluarga untuk dapat memperoleh penghasilan tambahan, dengan banyaknya tenaga, waktu dan peluang yang kita miliki. Jika penghasilan tambahan telah kita peroleh maka perlu diperhatikan pesan-pesan safir Senduk ( Ahli pengelola Keunagan ) yaitu:
1. Penghasilan tambahan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang belum bisa terbayar.
2. Penghasilan tambahan dapat digunakan untuk setoran tabungan dan investasi anda. Semestinya jika ada penghasilan tambahan tidak hanya dihabiskan untuk membanyar pengeluaran. Adanya penghasilan tambahan seyogyanya menjadi kesempatan untuk menambah jumlah tabungan
3. Sisakan untuk menambah modal usaha produktif sehingga penghasilan tambahan kian membesar ( Nova, 24 Juli 2005:22) , Demikian semoga bermanfaat . Amien