Senin, Agustus 25, 2008
Mensikapi Musibah Kematian
Rasulullah pernah bersabda :
Yang artinya “Setiap perkara yang menyakitkan bagi seorang mu’min itu musibah “
Musibah, secara umum dapat dipahami yaitu sesuatu peristiwa yang ditimpa oleh Allah SWT. Kepada hambanya yang tidak dikehendaki karena membuat kecewa,sedikit, sakit dan menderita dsb. Musibah itu bisa bersifat :”peringatan , atau cobaan atau ujian dan bisa bersifat suatu siksaan buat hambaNya”
Bagi setiap muslim mu’min musibah itu hendaklah diterima dan sikapi sesuai dengan syariah atau tuntunan Rasulullah SAW. Hal itu karena bisa jadi musibah itu adalah akibat dari perbuatan atau ulahnya sendiri, atau pastilah musibah itu telah seizin Allah Ta’ala
Adapun musibah yang berupa kematian atau ditinggal mati oleh salah seorang anggota keluarganya, baik orang tuanya, atau anaknya atau saudaranya atau bahkan suami atau istrinya, lazimnya menimbulkan keprihatinan dsb. Kewajiban sesama muslim hendaklah ikut ber berprihatin, ikut berbela sungkawa dan segala berta’ziyah atau memberi hiburan kepada shohibul musibah dengan cara apa saja yang dapat dilakukan dengan segera
Sikap dan tindakan semacam itu akan sangat bermanfaat bagi siapa saja yang melakukan, buat bekal nanti dikemudiaan hari bila juga akan mengalami hal yang sama
Berikut ini penulis mengajak pembaca untuk berbuat dan bersikap arif bila suatu saat mengalami musibah seperti yang penulis alami, (yang ditinggal untuk selamanya oleh istri tercinta ) antara lain sebagai berikut :
1. Membaca Kalimat “Tarji “
Bila musibah itu datang menimpa kita atau keluarga kita, maka segeralah diterima dan disambut dengan ucapan
Yang artinya : “Sesungguhnya kita milik Allah dan akan kembali kepadaNya”
Kalimat suci atau Allah ini mengandung “Mau’idhoh “ tiga hal yaitu :
a. kita harus yakin bahwa kita ini Allah seutuhnya
b. Bahwa yang telah terjadi itu adalah kehendak atau irodah Allah SWT
c. Bahwa yang telah telah terjadi itu adalah ketentuan dan kekuasaan Allah semata terhadap hambaNYa yang tidak dapat ditawar-tawar atau ditunda. Hal ini telah difirmankan dalam Al-Qur’an :
Yang artinya: “Apabila dating masa atau ajal itu, tiasa dapat diundurkan atau dimajukan sesaatpun “
2. Diterima dengan Ridlo dan ihlas
Orang bijak ahli hikmah menerangkan bahwa sikap “Ridlo” ialah sikap hati yang menunjukkan tiada rasa keberatan dan kekecewaan atas ketentuan Allah, yang dalam istilah agama dikatakan “ridla biqodlooillah “ Qodlo’ itu harus diterima dengan penuh ketundukan hati dan tawadlu’.
Allah sudah berfirman dalam Al –Qur’an Surat Al An’am ayat 2, sebagai berikut:
Yang artinya :Dialah (Allah) yang menjadikan kami selaian dari tanah kemudian ditetapkannya ajalmu dan ajal yang ditentukanNya” pada sisinya
Adapun “ihlas” itu adalah sikap yang berhubungan dengan melaksanakan perintah atau menjauhi larangan Allah. Maka sering diucapkan “Lillaahi ta’ala” Kita tahu bahwa tak ada kebaikan dan berkah hidup bila tidak rela terhadap ketentuan Allah. Ihlas melaksanakan perintah itu berarti hati yakin bahwa kita ini milik Allah seutuhnya. Dan sebagai bukti keimanannya harus mau / sedia diatur oleh yang Maha Pengatur yaitu Allah robbul’aalamin
3. Diterima dengan “Husnu Dhonn”
Husnu Dhonn yaitu sangkaan baik. Hendaklah musibah itu diterima dengan keyakinan bahwa Allah menimpakan hal itu kepada hambaNya bagi yang akan ditinggalkan, telah terpilih dan terukur oleh kebesaran Allah yang Maha Bijaksana. Sudah barang tentu dibarengi hikmah-hikmah bagi hambanya sebagai bukti sifat rohman dan rahimnya
Hendalah diyaqini bahwa Allah tidak akan atau mustahil berbuat “dholim” kepada hambaNya. Apalahi menimpa hambaNya yang tidak berdosa dan tetap keadaan iman dan Islam apalagi selalu berserah diri setiap saat.
4. Diterima dengan Sabar dan Syukur
Peristiwa kematian , lazimnya menimbulkan keguncangan jiwa membuat diri sendiri dan menangis mencucurkan air mata kesedihan dan sebagainya. Hati menjadi gusar, gelisah, gundah gulana bercampur bawur. Hal ini wajar , namun hendaklah tidak perlu diperturutkan dan segeralah dialihkan pikiran ini kepada mencari hikmah yang menyertainya. Peristiwa itu harus disadari dengan sepenuh hati bahwa hal itu adalah sepenuhnya “ hak Allah “ yang harus diterima dengan penuh kesabaran dan lapang dada. Kita tahu bahwa sabar itu dalam islam ada beberapa macam yaitu : 1.Sabar dalam Musibah 2. Sabar dalam ibadah 3 sabar dalam ni’mat 4 Sabar dalam jihad dsb
Adapun “ sabar dalam musibah” itu maksudnya ialah bahwa hati ini hendaklah tetap menerimanya, karena hal itu adalah telah dikehendaki oleh Allah SWT, sehingga hanya ketaatan yang harus ditunjukan agar segera mendapat bimbingannya, untuk memperoleh ketentraman
Musibah kematian hendaklah “disyukuri “ bila kematiannya wajar dan terdapat tanda-tanda husnul-khotimah antara lain sebagai berikut :
1. Mati atau meninggal dalam keadaan tetap iman dan islam serta tidak putus-putusnya melaksakan amal sholeh (sholat lima waktu )dsb
2. Meninggalnya tidak meninggalkan fitnah bagi yang ditinggalkan juga bagi masyarakatnya
3. Bagi yang ditinggalkannya merasa kehilangan dan segera mendoakan kebaikan memohon maghfiroh dan rahmat bahkan ikut belasungkawa dan seraya memberi “ta’ziyyah atau hiburan, sekedar mengurangi kesedihan bagi yang ditinggalkannya
5. Diterima dengan tabah
Kata “tabah” atau “ketabahan dimaksud tahan uji menghadapi hal-hal yang terjadi yang menimpa kepada seseorang yang berupa musibah atau kesusahan dan sebagainya. Perlu dijelaskan bila sikap “ sabar” itu arahnya kepada Allah atas qodratNya, sedang “tabah” itu arahnya kepada mengadapi “ utusan keduniaan” dengan meninggalnya salah seorang anggota keluarga, apalagi suami atau istrinya, lazim lalu menimbulkan beberapa masalah. Baik berupa godaan atau ganguan syetan yang berupa datangnya rasa takut, khawatir dan kesepian dan sebagainya. Maka hendaklah dihadapi dengan selalu memohon pertolongan danbimbingan agar terhindar dari fitnah dan ma’syiyyat yang timbul dari akibat musibah kematian tersebut. Dengan memperbanyak bacaan hauqolah yaitu “laa haula walaa kuwwata illa billah yaitu memohon kekuatan lahir dan batin
6. Diterima dengan tawakkal
Tawakkal ialah “ kepasrahan mutlak “ atas apa yang terjadi pada dirinya, karena irodah Allah SWT. Dan hendaklah diyaqini bahwa meninggalnya seseorang itu pasti tidak terlepas dari qodlo, irodah dan taqdir Allah SWT. Allah pasti maha bijaksana terhadap hambaNya. Allah pasti akan menolong dan menunjuki hambanya jalan keluar menuju ketentraman dan mendapat manfaat hikmahnya asal hati tetap ‘istiqomah” dan berserah diri kepadaNya. Apa yang terjadi adalah kehendak Allah, tak perlu disesali tak perlu ber “lau-lau “ atau berandai-andai “ Misalnya dengan perkataan kalau waktu itu begini atau begini mungkin tidak begitu dan seterusnya. Hal demikian tidak perlu dilakukan
7. Diterima dengan mengharap hikmahnya
Bila musibah telah terjadi, serta segala telah kita lakukan dengan mengharap ridha Allah atas taqdir itu, sebaiknya tidak terus larut dalam kesedihan dan kekecewaan segeralah merenung-renung dalam hati,apa rahasia dan hikmah yang berlaku atas dirinya dengan musibah tersebut. Hendaklah dipahami bahwa “ kematian ‘ mengandung pelajaran dan peringatan bagi siapa saja yang menyaksikan. Rasullah pernah bersabda “Kafaa bil mauti’maudhotan” yang artinya “ cukup dengan kematian itu menjadi pelajaran ( peringatan )” Dengan menyaksikan kematian salah seorang anggota keluaga atau sanak kerabatnya, akan menggerakan hati untuk mempersiapkan dirinya di setiap saat karena pasti akan menyusulnya atau mengalaminya. Hendaklah perlu diyakini bahwa alam akhirat itu lebih baik dari alam dunia ini “ Walal aakhirotukhoirulaka minal uulaa” . Agar kita mendapatkan khusnul khotimah, sebaiknya kita selalu berusaha keras tetapnya iman dan islam di dada dan tak putus-putusnya melaksanakan amal sholeh dimanapun dan kapanpun berada,dan segera / secepatnya meninggalkan dosa serta tobat kepada Allah SWT.
Khotimah
Bila musibah itu telah sampai ketingkat ujian, maka barang siapa sanggup dan mampu mengahadapi ternyata lulus. Allah berjanji akan mengangkat derajat keimanan dan ketaqwaannnya disisiNya. Siapa yang tak akan bangga bila Allah menyanyangi kita sebagai hamba Allah dengan mengangkat derajatnya yang berarti mendekatkan diri hambaNya kepada romatNya di dunia hingga di akhirat kelak.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
5 komentar:
Makasih.. moga Allah SWT memberkahi kita semua...
Aamiin Aamiin YRA
Aamiin Aamiin YRA
Maksih,, atas pencerahannya,
baik sekali pencerahannya
Posting Komentar